At Home in the World

I was intrigued by the premise: a couple traveling the world with their three young children in tow. I’ve never traveled with children, but I did take my mother on a 3-week trip through England…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Having Meaningful Life

Merasakan berbagai bentuk kemanisan dan kepahitan dalam menjalani hidup adalah keniscayaan yang terjadi pada setiap manusia, seringkali kita menghibur diri dengan kata-kata “enjoy the ride, this life is such as a rollercoaster”, atau “be happy for what happened in your life”, atau mungkin kata-kata “love your fate or anything you’re doing right now.

Namun nyatanya, mengejar kebahagiaan justru akan membuat kita tidak bahagia, dan rasa keputusasaan bukanlah dari merasa kurang bahagia, akan tetapi kurang dalam memaknai hidup [1]. Di sisi lain, rasa cinta manusia terhadap sesuatu perlu ditumbuhkan dari perasaan bahwa suatu hal tersebut bermakna baginya, dan cinta itu sendiri adalah tempat yang kita tuju dari perjalanan panjang kita [2]. Tentang menikmati hidup itu sendiri, apakah kita menikmatinya dengan melibatkan rasa syukur pada Ia yang telah memberikan nikmat-Nya? Atau hanya bersyukur dalam hal sukacita dan tidak ingin menerima segala duka?

Sudah setahun almarhum kakek meninggalkan kami, namun ada suatu nasihat beliau yang disampaikan hampir setiap harinya yang terus kuingat,

Tapi, bagaimana caranya kita dapat memaknai atau menciptakan arti dalam hidup itu sendiri?

Menurut Emily Esfahani Smith [1], terdapat 4 pilar dalam menciptakan kehidupan yang bermakna dengan membangun sebagian atau semua pilar tersebut dalam hidup kita, yaitu belonging (rasa memiliki), purpose (tujuan), transcendence — have sense of self fades away and feel connected to higher reality (atau cara berpikir tentang hal-hal yang melampaui apa yang terlihat, yang dapat ditemukan di alam semesta [3]), dan storytelling.

Teringat dulu saat aku dirawat di rumah sakit kejiwaan akibat kondisi mentalku yang parah sehingga harus terisolasi dari orang lain, yang juga dibatasi interaksi dengan dokter dan perawat yang merawatku. Saat itu, aku merasa telah kehilangan berbagai kesempatan yang sebelumnya aku miliki baik keluarga maupun amanah lainnya yang sedang ku emban.

Saat di rumah sakit pertama, rasanya begitu banyak penyesalan, dan aku menyadari penyesalan terbesarku dalam hidup: lalai dalam belajar dan mengambil pelajaran (dalam segala hal). Hingga saat itu aku benar-benar menangis dan hanya bisa mengatakan berkali-kali: “aku mau belajar!”. Di kondisi dan berbagai hal yang tidak ideal yang terjadi disana, aku menyadari bahwa berbagai hal yang aku lihat dan dengar selama hidup adalah hal yang terjadi juga pada diriku dan telah membentuk diriku selama ini.

Di rumah sakit kedua, harapan terbesarku saat itu ingin berbakti kepada orangtuaku, bukan hanya kedua orangtuaku, namun juga mereka yang telah mengasuh dan merawatku sejak kecil. Saat itu, temanku di ruangan sebelah hanya bisa menasehatiku, agar memperbanyak do’a untuk orangtuaku, karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk diriku melakukan hal yang lain selain itu, sedangkan aku juga tidak tahu kapan dipertemukan kembali dengan orangtuaku. Harapan kedua, aku ingin berkarya. Saat itu, aku hanya bisa merengek pada perawat untuk dipinjamkan mesin TIK yang suaranya terdengar ke ruangan isolasiku, tapi tentu saja tidak diberikan. Akhirnya, aku diberikan kertas dan dipinjamkan spidol agar aku dapat menulis, dan disitulah aku mulai melatih diri untuk menuangkan apa yang aku pikirkan.

Orang-orang mengatakan padaku, agar tidak perlu menceritakan tentang penyakit mentalku, tapi aku hanya mengatakan, “Aku menceritakannya atau tidak, nyatanya hal yang serupa juga bisa terjadi sama siapapun.” Mungkin memang mereka khawatir jika aku tidak diterima di mata orang lain karena apa yang telah aku alami. Namun nyatanya,

Di sisi lain, aku melakukannya baik untuk mengingatkan diri sendiri maupun harapannya dapat memberi pelajaran agar orang lain tak mengalami hal yang sama atau bahkan lebih buruk dari pengalaman yang telah aku hadapi, terutama orang-orang terdekatku.

Saat aku sudah mulai jauh lebih pulih, aku memutuskan diri untuk kembali ke Jakarta, yang memang kondisinya tidak begitu kondusif, dan keluarga di Bandung sempat khawatir jika aku kembali ke Jakarta dan tidak ditemani adikku. Ketika kepulanganku, saudaraku mengatakan “ ‘Surga’mu disana (Bandung) kak, ngapain kesini?”, dan aku hanya bisa bilang, “Gapapa, setidaknya aku lebih berguna disini, insyaallah.” Di sisi lain, memang aku memutuskan hal itu agar aku dapat membersamai secara langsung keluargaku yang sudah mengasuh diriku sejak kecil, sebelum Allah batasi kesempatanku untuk dapat berbakti kepada mereka.

Alhamdulillah ‘ala kulli hal, Allah tempatkan aku di suatu tempat berjuang yang baik, walaupun harus kembali menerjang badai ketika kembali pulang. Akan tetapi banyak hal-hal baik yang Allah datangkan yang sama sekali bukanlah hal yang pernah aku harapkan adanya dan perlu mengorbankan hal-hal yang sebelumnya aku impikan. Namun, Allah berikan segala hal yang terbaik menurut-Nya untukku.

Sebenarnya aku pun yakin, aku hanya baru “menyicip” dari rasanya kehidupan. Semoga Allah senantiasa merahmati, memberikan pertolongan, dan menjaga kita dalam penjagaan yang sebaik-baiknya :)

— — — — —

[2] Reclaim Your Heart (2012)| Yasmin Mogahed

[3] Kamus Filsafat (1996) | Lorens Bagus

Add a comment

Related posts:

Alternative Schools for Your Kid That Even a Loser Like YOU Can Afford!

Waldorf Salad School. From tots to teens, they’ll be chopping apples in no time! And did we mention mayonnaise? That squirty lemon thing? Big glass bowl? That’s about it. All day, every day. For a…

Can you stop criminal activity during a pandemic with social media?

During a time of social isolation, a number of police departments in the US are using social media posts to thwart criminal activity — sort of. Through a series of funny, tongue-in-cheek posts police…

Resilience

When I think of resilience I see a tender plant that sways with the wind, hit by the rain, dumped on with garbage, and yet blooms with a yellow flower suddenly out of nowhere. I see that rock that…